Ahli Waris Hendra Yowargana Tuntut Kejelasan Dugaan Penyerobotan Lahan di Bandung, Layangkan Surat ke Menteri ATR/BPN

Rabu, 23 Juli 2025, Juli 23, 2025 WIB Last Updated 2025-07-23T07:57:28Z


Bandung, Online_datapublik.com
- Sengketa kepemilikan tanah di kawasan Kebon Jeruk, Kota Bandung, kembali mencuat ke permukaan. Kuasa hukum Tine Yowargana, ahli waris almarhum Hendra Yowargana, melayangkan surat konfirmasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI) untuk meminta kejelasan terkait dugaan penyerobotan lahan milik kliennya.


Surat yang dikirimkan pada 17 Juli 2025 oleh pengacara M. Irwan Yustiarta, S.H., itu menyoroti belum adanya tanggapan dari Kantor Pertanahan Kota Bandung atas surat dari Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Nomor SK.03.031781-800.37/XII/2021 tertanggal 20 Desember 2021, yang merespons pengaduan almarhum Hendra Yowargana.


Almarhum Hendra merupakan pemilik sah tanah seluas 395 meter persegi di Kelurahan Kebon Jeruk berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 254, yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung tahun 1988. Tanah tersebut berasal dari bekas Eigendom Verponding No. 819 seluas 545 meter persegi yang diperoleh secara sah melalui pembelian dari Yayasan Familie Yo.


Namun, sengketa bermula saat ditemukan selisih luas lahan sebesar 150 meter persegi, yang diduga telah beralih menjadi bagian dari HGB No. 841 atas nama Tan Lucky Sunarjo. Pihak ahli waris mempertanyakan keabsahan kepemilikan tersebut dan mendesak pembatalan sertifikat yang dinilai cacat hukum.


“Sejak surat resmi dikirimkan tahun 2021, hingga kini tidak ada tanggapan dari Kantor Pertanahan Kota Bandung. Padahal ini menyangkut hak klien kami yang telah memiliki bukti otentik,” ujar M. Irwan Yustiarta.


Irwan juga menyoroti kejanggalan asal usul HGB No. 841 yang diduga bersumber dari surat ukur tahun 1903 dokumen dari era kolonial Belanda yang dianggap tidak lagi berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.


“Ada indikasi kuat bahwa proses penerbitan sertifikat ini melibatkan mafia tanah dan oknum tertentu di lingkungan pertanahan. Kami minta Menteri ATR/BPN segera bertindak,” tegas Irwan.


Dalam suratnya, kuasa hukum meminta Menteri ATR/BPN memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung untuk memberikan klarifikasi resmi atas surat dari Ditjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan tersebut, guna memberikan kepastian hukum bagi ahli waris almarhum.


“Ini bukan hanya soal legalitas tanah, tapi juga soal menjalankan amanat almarhum kepada anaknya. Kami harap ada tindakan konkret dari Kementerian ATR/BPN,” pungkasnya.


Tembusan surat juga dikirimkan ke jajaran terkait di lingkungan Kementerian ATR/BPN, termasuk Kanwil BPN Jawa Barat dan Kantor Pertanahan Kota Bandung.


Penulis: Abdulah

Komentar

Tampilkan

Terkini