Petani Subang Menjerit Akibat Kelangkaan Pupuk, Dan Berulang Setiap Musin Tanam

Sabtu, 12 September 2020, September 12, 2020 WIB Last Updated 2020-09-12T00:52:30Z
Foto : Kemasan Karung Urea Bersubsidi dengan volume 50 Kg. (Dok.datapublik.com/Abdulah)

Subang, Online-datapublik.com
Nyaris setiap musim Tanam kelangkaan pupuk bersubsidi selalu berulang, seperti di musim rendeng (MT.2019/2020)  ini yang menimpa para petani di wilayah pantura khususnya (Kec.Pusakanagara, Pusakajaya, Legonkulon,Compreng, Binong, ,Pamanukan, Sukasari, Blanakan, Patokbeusi,Ciakum) kab.Subang, prov.Jabar.

Mereka menjerit akibat kelangkaan pupuk bersubsidi
 ,apalagi saat-saat  ini tanaman padinya sedang membutuhkan pemupukan.
Padahal, sebelumnya pengalokasian pupuk bersubsidi  merujuk pada Rencana Kebutuhan Kelompok Pupuk Bersubsidi (RDKKPB) yang disusun berdasarkan musyawarah angggota kelompok tani mengacu kepada pola tanam, jadwal tanam, dan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan.
Tapi mengapa nyaris setiap musim tanam selalu terjadi kelangkaan pupuk?.
Menurut anggota DPRD Subang Komisi-II yang juga kader Gerindra H.Aceng Kudus saat ditemui, kepada sejumlah  awak media memaparkan, terjadinya kelangkaan pupuk lantaran kebutuhan petani diusulkan mengacu kepada kepemilikan kartu tani, sementara tidak semua petani memilikinya, sehingga petani yang tidak memiliki kartu tidak tercover,sebab hitungan matematis quotanya berbanding lurus yaitu jumlah petani pemilik kartu tani dikali kepemilikan ereal sawah petani.
Foto : Truk sedang bongkar  muatan pupuk bersubsidi disalah satu kios. foto (Dok.ondatapublik.com/Abdulah)

Selain itu tambahnya, diduga buruknya tata kelola penyaluran pupuk dari distributor ke tingkat pengecer (baca :Kios) lantaran lazimnya pengusaha yang dicari bagaimana mengais keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sedikit, sehingga di titik ini rawan terjadi penyimpangan. Ujarnya

Berdasarkan keterangan berbagai sumber dan hasil investigasi menyebut, penyebab terjadinya  kelangkaan pupuk bersubsidi, disinyalir adanya faktor kurang berfungsinya Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dinilai mati suri, sehingga tidak berdaya dalam menjalankan tugasnya mulai dari pengawasan penyaluran, pendayagunaan, dan pemanfaatan pupuk bersubsidi di lapangan khususnya oleh petani/kelompok tani/Gapoktan sesuai dengan prinsip 6 tepat (Tepat Jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu dan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) serta sasaran peruntukannya.Ujarnya.

Yang lebih miris tambah sumber, diduga kuat adanya mafia perdagangan pupuk bersubsidi, ini yang membuat para petani kalang kabut, pasalnya selain sulit memperoleh pupuk harga cukup mencekik leher, bisa tiga hingga empat kali lipat dari HET.

Terkait fenomena itu, awak media menemukan dugaan penyimpangan penggunaan pupuk bersubsidi yang diperjual belikan mafia pupuk melalui kios.
Hal itu seperti yang dilakukan pemilik Kios El Tani di Desa Cicadas, Kec.Binong,Kab.Subang, namun  saat dikonfirmasi awak media KM membantah bila pihaknya telah membeli pupuk bersubsidi dari luardaerah. “ Saya tidak membeli pupuk bersubsidi dari luar daerah, saya hanya membeli dari distributor yang ditunjuk  dan sekarang saya hanya berdagang pupuk non subsidi, karena pesan pupuk bersubsidi dari distributor sudah habis,” ujarnya.
Bantahan pemilik Kios El Tani itu, sejatinya bisa dipatahkan dari temuan awak media  sebuah nota pembelian pupuk bersubsidi dari Kios El Tani oleh salah seorang petani yang tidak bersedia disebut identitasnya, dirinya menerangkan bila saat belanja pupuk bersubsidi harganya melampaui HETseperti harga Urea Rp.270.000,-/Kwt, Phonska Rp.240.000,-/Kwt, Pupuk Organik Rp.20.000,-/krg, padahal sesuai Permentan No.47/Permentan/SR 310/12/2017 , HET Urea Rp.180.000,-/Kwt,Phonska Rp.230.000,/Kwt. Seraya menunjukan nota pembelian kepada awak media. “ Saya belanja saat itu kisaran minggu awal Agustus, saat ini kios El Tani memasang Tarif apabila hanya membeli urea tarifnya Rp.400.000,-/Kwt. Tapi jika satu paket dengan jenis lainnya seperti Ponska atau ZA dengan perbandingan 1:1 (baca : Urea 1 Kwt, Ponska 1 kwt atau Urea 1 kwt, Za 1 kwt) hargnya Rp.320.000,-/Kwt,” tuturnya.

Para petani berharap, pemerintah agar memperhatikan kesulitan para petani terkait kelangkaan pupuk. Begitu pula KP3 agar bekerja sesuai kapasitasnya sehingga diharapkan distribusi pupuk bersubsidi tersalurkan sesuai regulasi dan tata kelola yang ditentukan.
Sementara bila benar adanya kelompom mafia pupuk bersubsidi, agar ditindak para pelakunya yang terlibat, seret hingga ke meja hijau, beri hukuman yang setimpal agar ada efek jera.

(Abdullah)


 



 

Komentar

Tampilkan

Terkini