Kejagung Dalami Dugaan Aliran Uang ke Wartawan Nico, Dewan Pers: Tak Ada Perlindungan bagi Oknum yang Langgar Etik

Senin, 12 Mei 2025, Mei 12, 2025 WIB Last Updated 2025-05-11T17:45:28Z


Jakarta, Online_datapublik.com
- Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus menabuh genderang perang terhadap berbagai upaya perintangan proses hukum dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022. Dalam pengusutan mega skandal yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp300 triliun ini, penyidik Kejaksaan kini menelusuri satu per satu simpul yang dicurigai terlibat dalam operasi senyap membajak opini publik dan menggagalkan proses penegakan hukum.


Salah satu simpul yang tengah disorot adalah dugaan keterlibatan seorang oknum wartawan, Nico Alpiandi, yang sebelumnya menjabat Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bangka Belitung, dan terakhir sempat menjabat sebagai Bendahara Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Nico diduga menerima aliran dana ratusan juta rupiah dari General Affair PT RBT, Adam Marcos. Dana itu diduga digunakan untuk mendanai kampanye informasi destruktif yang menyasar institusi Kejaksaan Agung dan berpotensi menggiring opini publik untuk melemahkan dukungan terhadap penyidikan kasus korupsi tambang timah.


Menurut sumber internal Kejaksaan Agung yang dikutip oleh jaringan media Insertrakyat.com, dalam pemeriksaan intensif pada Kamis, 8 Mei 2025, baik Nico maupun Adam Marcos mengakui adanya aliran dana tersebut. Pemeriksaan berlangsung hingga malam hari di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, dan menjadi babak penting dalam pengungkapan skenario besar penghalangan hukum oleh jaringan kepentingan korporasi tambang ilegal.


Nama Nico mencuat bukan hanya karena latar belakangnya sebagai mantan Ketua SMSI Babel, tetapi juga karena perannya yang diduga melebihi tugas jurnalistik. Ia disebut hadir secara rutin dalam sidang-sidang kasus timah di Pengadilan Tipikor, tidak semata-mata sebagai peliput, namun kuat dugaan sebagai penghubung para terdakwa dengan pihak luar.


Bahkan, penyidik mendalami pertemuannya dengan Marcella Santoso di kantor pengacara Ari Bakri di Jakarta, menjelang pembacaan tuntutan. Marcella sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua perkara sekaligus: perintangan penyidikan dan dugaan tindak pidana pencucian uang.


Adam Marcos, yang disebut-sebut sebagai tangan kanan mendiang Suparta (Dirut PT RBT), bukanlah nama baru dalam pusaran skandal ini. Bersama Peter Cianata, ia diduga menandatangani cek kosong demi memuluskan pencairan dana pengiriman bijih timah ilegal. Skema ini melibatkan 15 perusahaan boneka sebagai pihak yang menerima pembayaran dari PT Timah, padahal bijih yang dipasok berasal dari tambang ilegal dengan harga yang di-mark-up secara manipulatif. Kerugian akibat praktik ini ditaksir mencapai Rp5,1 triliun, dan menjadi potret buram bagaimana mafia pertambangan beroperasi di Indonesia.


Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam perintangan penyidikan akan ditindak tanpa pandang bulu. Dalam kasus ini, jerat hukum menggunakan Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam pelakunya dengan pidana penjara 3 hingga 12 tahun serta denda antara Rp150 juta sampai Rp600 juta. Tak hanya itu, komunikasi digital melalui WhatsApp atau aplikasi lainnya yang menghubungkan pihak-pihak terkait seperti Marcella, Nico, dan Adam juga turut disita dan dianalisis sebagai barang bukti.


Dalam perkembangan lainnya, Kejaksaan Agung juga membongkar dugaan perintangan hukum dalam dua kasus besar lainnya, yakni importasi gula dan minyak goreng kelapa sawit (CPO). Kasus ini menyeret sejumlah nama pejabat dan oknum hakim, serta disebut melibatkan praktik suap senilai Rp60 miliar. Pada Jumat, 11 April 2025, tim penyidik menangkap oknum Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan beberapa pihak lainnya.


Dua perempuan, MFW dan CA, yang disebut sebagai istri para tersangka TTL dan JS, juga turut diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. Namun, penyidik tak menutup kemungkinan keduanya akan ditetapkan sebagai tersangka jika terbukti memiliki peran aktif dalam menghalangi proses penyidikan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam-Pidsus), dan menjadi bagian dari rangkaian upaya menyapu bersih jaringan perintangan hukum yang terorganisir.


Keterlibatan kalangan media dalam perintangan hukum ini pun menjadi perhatian serius, terutama setelah munculnya nama Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan JakTV. Tian ditetapkan sebagai tersangka pada 22 April 2025 atas dugaan permufakatan jahat untuk menggagalkan penyidikan dalam kasus korupsi timah. Kasus ini menyeret media ke dalam sorotan tajam, menimbulkan pertanyaan tentang etika jurnalistik dan potensi abuse of power dalam pengelolaan media.


Dalam menyikapi fenomena ini, Dewan Pers bergerak cepat. Sebuah pernyataan resmi dirilis setelah Dewan Pers melakukan pengumpulan dokumen dan analisis terhadap kasus Tian Bahtiar. Dewan Pers menegaskan bahwa wartawan yang melanggar hukum dan menyimpang dari Kode Etik Jurnalistik (KEJ) tidak akan mendapat perlindungan dari lembaga tersebut.


Dewan Pers menekankan bahwa kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng untuk menghalangi proses hukum atau menyebarkan disinformasi yang merusak integritas institusi penegak hukum.


Pernyataan ini disampaikan dalam momentum rapat finalisasi nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Kejaksaan Agung RI pada 8 Mei 2025. Rapat ini bertujuan memperkuat kerja sama dalam penegakan hukum, perlindungan kemerdekaan pers, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang media.


Dalam MoU ini, Dewan Pers akan menyediakan ahli untuk membantu proses hukum terkait etika jurnalistik dan turut serta dalam sosialisasi nilai-nilai hukum kepada insan pers di seluruh Indonesia.


Kapuspenkum Dr. Harli Siregar menjelaskan bahwa MoU ini merupakan langkah konkret untuk menjembatani kepentingan antara penegakan hukum dan kebebasan berekspresi. Ia menegaskan bahwa MoU ini tidak bermaksud membungkam pers, tetapi justru memperkuat fungsi kontrol media yang profesional, objektif, dan berbasis fakta.


Hadir dalam rapat tersebut antara lain Komisioner Dewan Pers Totok Suryanto, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan RI Bernadeta Maria Erna Elastiyani, serta Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar.


Rapat ini sekaligus membuka ruang bagi kerja sama lanjutan berupa perjanjian kerja sama teknis dan kegiatan bersama dalam membangun media yang kredibel dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum.


Kembali ke kasus Nico Alpiandi, polemik kian memanas ketika muncul informasi bahwa Nico masih menjabat sebagai Ketua SMSI Babel. Namun, konfirmasi dari pihak internal SMSI menyatakan bahwa Nico telah mengundurkan diri beberapa waktu lalu.


“Nico bukan lagi ketua SMSI Babel. Kalau mantan Ketua SMSI Babel, itu benar. Yang pasti Nico sekarang tidak lagi ada hubungan dengan SMSI,” ujar seorang sumber kepada Insertrakyat.com pada Jumat, 9 Mei 2025.


Namun demikian, publik sudah terlanjur menaruh curiga. Pasalnya, Nico sendiri memilih bungkam ketika dikonfirmasi lebih lanjut terkait aliran dana dan perannya dalam kasus ini.


Sementara itu, sosok ER yang disebut diperiksa bersama Nico pun enggan memberikan penjelasan. “Aok salah,” katanya singkat.


Situasi ini menjadi bukti bahwa upaya perintangan hukum dalam kasus korupsi bukan hanya dilakukan oleh pelaku utama kejahatan ekonomi, tetapi juga oleh mereka yang berada di lingkar luar: dari kalangan media, akademisi, hingga aparatur penegak hukum yang semestinya menjaga keadilan.


Bahkan seminar di Universitas Pertiba, Bangka, yang diduga digunakan sebagai panggung untuk menggiring opini publik agar menyangsikan integritas penyidikan Kejaksaan Agung, kini sedang ditelusuri keterlibatannya. Seluruh data dan video kegiatan telah dikantongi penyidik.


Kejaksaan Agung RI kini tengah menghadapi tantangan besar: tidak hanya membongkar kejahatan korupsi kelas kakap, tapi juga membersihkan jalannya sendiri dari jebakan opini, sabotase hukum, dan infiltrasi informasi sesat yang merusak kepercayaan publik.


Penegakan hukum dalam kasus timah ini telah menjadi batu ujian bagi kesungguhan negara dalam memberantas korupsi. Ia melibatkan berbagai lapisan aktor, dari pebisnis, politisi, akademisi, hingga jurnalis. Penanganannya akan menentukan bukan hanya nasib puluhan tersangka yang telah ditetapkan, tetapi juga masa depan integritas hukum dan demokrasi Indonesia.


Dunia pers, dalam hal ini, juga dihadapkan pada momen refleksi. Kebebasan pers adalah tulang punggung demokrasi, tetapi tanpa integritas dan tanggung jawab etik, kebebasan itu bisa berubah menjadi alat kekuasaan gelap. Dewan Pers telah mengambil sikap tegas. Kini giliran organisasi-organisasi media dan insan pers di seluruh Indonesia untuk membuktikan bahwa mereka berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuasaan uang dan kepentingan korporasi yang merusak negeri.


Publik kini menanti langkah tegas Kejaksaan dalam menuntaskan perkara perintangan ini. Penegakan hukum yang tak pandang bulu, termasuk terhadap wartawan dan media, menjadi ujian penting bagi supremasi hukum di tengah era keterbukaan informasi.


Dan publik pun menunggu langkah berikutnya. Dan sejarah akan mencatat siapa yang berdiri di sisi keadilan, dan siapa yang memilih menjadi perintang jalan hukum demi fulus dan kuasa.


Oleh : Rikky Fermana (Penanggungjawab KBO Babel/Ketua DPD PJS Babel)


(Tim/Red)

Komentar

Tampilkan

Terkini